Beberapa waktu yang lalu rombongan
Presiden SBY dikabarkan telah disadap saat menghadiri KTT
G20 di London Inggris, pada April 2009 lalu. Hal itu diberitakan Jumat
(26/7) oleh dua media Australia bernama Fairfax Media yang membawahi The Age
dan The Sydney Morning Herald. Dalam berita itu, disebutkan, yang melakukan
penyadapan adalah Badan Intelijen dari Amerika Serikat dan Inggris. Namun,
pemerintah Australia ikut menerima keuntungan dari hasil sadapan itu.
“Perdana Menteri Australia Kevin
Rudd disebut - sebut mendapat keuntungan dari penyadapan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono saat menghadiri KTT G20 di London,”
ujar salah satu sumber intelijen negeri kanguru tersebut. Sumber itu mengatakan
Kevin Rudd memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap para pemimpin di Asia,
termasuk SBY.
“Perdana Menteri Kevin Rudd
memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap para pemimpin, khususnya pemimpin
di Asia Pasifik, yakni Yudhoyono, Manmoham Singh (PM India) dan Hu Jintao
(Mantan Presiden Cina),” ujar salah satu sumber anonim
intelijen Australia.
Menurut
sumber itu, penyadapan itu dapat mendukung tujuan diplomatik Australia,
termasuk pula dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di dewan keamanan PBB. “Tanpa dukungan intelijen (hasil sadapan)
Amerika, kami tidak dapat memenangkan kursi itu,” ujar pejabat di
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan itu.
“Dari
kabar yang beredar, salah satu tujuan dari penyadapan tersebut agar Australia
mendapatkan dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di lingkup DK PBB.”
Diketahui,
dokumen yang dikeluarkan oleh Fairfax Media menuliskan mantan PM Australia
Julia Gillard sebelumnya diberi tahu oleh Kepala Divisi Intelejen Bagian
Informasi Richard Sadleir, bahwa ada kebocoran dokumen intelijen yang dilakukan
oleh Edward Snowden.
Hal
itu diketahui setelah media The Guardian melaporkan Snowden membocorkan dokumen
intelejen AS dan Inggris, bahwa keduanya menargetkan penyadapan kepada para
pemimpin dunia saat menghadiri KTT G20 di London. Kemudian Kepala Divisi
Intelejen Bagian Informasi Richard Sadleir juga memberitahukan kepada Julia
Gillard pada 17 Juni lalu, bahwa intelijen Inggris mempekerjakan seorang
intelijen yang memiliki kemampuan menyadap komunikasi.
Kantor
pusat komunikasi pemerintah mengungkapkan perangkat yang disadap salah satunya
termasuk ponsel BlackBerry, password email dan panggilan keluar maupun masuk
para delegasi dunia. Tertulis dalam media The Guardian, Snowden mengungkapkan
kantor pusat komunikasi pemerintahan mampu menghadirkan rekaman secara langsung
pembicaraan telepon. Rekaman percakapan itu secara otomotis dapat muncul dan
konstan. Dan hasilnya nanti akan digunakan oleh pejabat Inggris untuk dapat
mempengaruhi peristiwa yang terjadi ke depan.
Dalam
sebuah dokumen NSA yang dibocorkan oleh Edward Snowden dengan judul, “Komunikasi Kepemimpinan Rusia untuk
mendukung Presiden Dmitry Medvedev di pertemuan G20 di London”, terungkap
bahwa memang benar pihak intelijen Inggris dan Amerika Serikat (CIA dan NSA),
mengawasi segala hal yang terjadi pada saat dihelatnya KTT G20 tersebut. Walaupun
belum ada bukti konkrit, namun apabila ternyata rumor yang beredar benar, pihak
Istana melalui Staf Khusus Kepresidenan menjelaskan bahwa hal tersebut adalah
tidak etis apalagi menyangkut hubungan antar negara.
Legalkah
Penyadapan oleh Intelijen Inggris terhadap SBY?
Kembali
memunculkan sebuah pengandaian, apabila aksi penyadapan tersebut benar, apakah
Indonesia dan negara-negara yang ikut dalam KTT G20 tersebut dapat menuntut
Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara lain yang ikut meraih keuntungan
akan aksi itu?
Sedikit
dikerucutkan ke Indonesia saja, apabila penyadapan dilakukan di Indonesia, maka
akan ada tindakan yang serius untuk dapat diambil karena menurut penjelasan di
sebuah account Facebook dengan nama Badan Intelijen Negara membeberkan bahwa
penyadapan adalah salah satu pelanggaran hukum. Namun, yang perlu dicatat
adalah ada dua jenis penyadapan, yaitu penyadapan yang diperbolehkan dan ada
yang tidak diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah penyadapan yang
dilakukan atas nama pribadi dan yang diperbolehkan adalah penyadapan yang
dilakukan oleh pihak berwajib untuk mendapatkan penemuan penting seperti sepak
terjang para koruptor sampai teroris.
Walaupun
dilakukan oleh pihak berwajib namun pemberian wewenang penyadapan benar-benar
dibatasi dan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan saja untuk
menghindari penggunaan untuk tujuan pribadi.
Nah,
bagaimana dengan penyadapan yang terjadi di negara lain, seperti halnya
penyadapan di KTT G20 ini? Dikutip dari Policymic (29/05/13), pihak Amerika
Serikat mengatakan bahwa segala aksi yang disebut dengan tapping atau
penyadapan ini adalah legal.
Hal
tersebut didukung dengan keputusan kongres seperti dikutip dari
Privacyrights.org. Dalam kongres yang berjudul Communications Assistance for Law Enforcement Act atau disebut juga
dengan Digital Telephony Act (18 USC
2510-2522) menyatakan:
“Bahwa
untuk menghindari segala hal yang tidak diinginkan, maka pihak berwenang di
suatu daerah, atau negara berhak melakukan aksi penyadapan baik dengan
mengakses konten dari transmisi telepon atau juga yang dalam format digital.”
Mengutip
dari dua pernyataan tersebut, apakah penyadapan terhadap para pemimpin
negara-negara yang ikut dalam KTT G20 tersebut legal? Satu
pemikiran adalah, para pemimpin negara di KTT G20 sedang tidak membahas upaya
untuk menjadi teroris atau tindakan jahat lain, kenapa harus dimata-matai? Dikutip dari Press TV
(17/06), para intelijen yang melakukan aksi penyadapan tersebut kabarnya
mendapatkan perintah langsung dari seorang pejabat senior pemerintah Inggris
atas intruksi Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown.
Dalam
media The Guardian itu tertulis fokus penyadapan adalah Turki dan Afrika Selatan, bukan
Indonesia. Namun, sumber anonim mengatakan “Tidak
menutup kemungkinan Indonesia juga menjadi target penyadapan selanjutnya.
Selalu ada prioritas bagi kita,” ujar sumber itu. Sayangnya, sampai
sekarang belum ada pernyataan baik dari pihak Inggris atau juga Amerika Serikat
terkait aksi penyadapan ini.
Pemerintah
Indonesia belum menentukan langkah apa yang harus diambil, karena segala
sesuatunya belum tentu benar dan yang memberitakan hal tersebut adalah media
bukan konfirmasi langsung dari pihak yang bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar